Percakapan Hati

 


 Suatu hari aku menemukan sebuah bunga di taman hati. Aku mengamatinya dari kejauhan. Kulihat dia didekati seekor lebah. Bunga itu memberikan madunya, kemudian membiarkan Sang lebah terbang.

     Aku mendekat dan bertanya, “Mengapa kau diam saja saat madumu diambil olehnya?”

“Aku hanya sebuah bunga, Tuan. Sudah sewajarnya bila maduku memang untuknya.” Terang Sang bunga.

“Tapi dia pergi begitu saja?”

“Begitulah dia! Aku percaya dengan maduku yang dia bawa akan berguna  bagi dirinya.”

“kepercayaan macam apa itu, bukankah kau akan mati, nantinya?”

“Mati? Menakutkan sekali, Tuan”

“Ya! Dengan madu yang dia bawa maka kau akan kehabisan tenaga dan mati begitu saja. Sementara dia bebas terbang menghampiri bunga manapun yang dia sukai.”

“Tidak, Tuan. Tuan tidak tahu apa-apa…”

“Maksudmu?”

“Aku mencintai lebah, aku dengan senang hati memberikan maduku untunya. Aku memang tak mengharapkan mati. Tetapi aku dan lebah berbeda. Dia bersayap dan mampu terbang kemana yang dia suka. Aku hanya mampu memberikannya maduku. Aku berharap dengan manis madu yang aku berikan itu mampu membuatnya hidup. Dengan begitu, kecintaanku abadi, bukan?”

“Abadi… Hal yang tak pernah aku fikirkan.” Kataku, menyangkal.

“Melepaskannya pergi adalah kecintaan yang sebenarnya. Bagaimanapun aku pernah memilikinya, bagaimanapun aku pernah bermanfaat untuknya, dan bagaimanapun dia pernah merasakan manis maduku. Itulah kecintaanku.” Jelasnya.

“Begitu ternyata…” Aku hanya termenung dan tak mampu membalas semua penjelasannya. Cinta bunga terhadap lebah menjadi pelajaran. Tak sia-sia aku menyepi di taman hati. Karena aku kini menemukan arti cinta sejati.

“Tuan?” Tanya Sang bunga. Membangunkanku dari lamunan.

“Iya! Ada apa, bunga?”

“Boleh aku tahu siapa namamu?”

“Oh… Aku Ego”.




Hilmanhar
Bekasi, 2 Oct 2017

4 comments:

  1. “Aku hanya sebuah bunga, Tuan. Sudah sewajarnya bila maduku memang untuknya.” Terang Sang bunga.

    ini maksudnya dialog tag kayanya. Mungkin seharusnya gini:
    “Aku hanya sebuah bunga, Tuan. Sudah sewajarnya bila maduku memang untuknya,” terang Sang bunga.

    Terus dulu pernah belajar kalo gak salah dipercakapan itu Aku, Kau, atau (nama) yang menyebutkan tokoh harus pake huruf besar.

    Tapi kalo ga salah ya, masih harus banyak belajar. Overall ini baguss

    ReplyDelete

Kunang-kunang kehidupan

Barang kali, jika malam tidak segelap ini Orang akan lupa rasanya terlelap didalam gelap /Sunyi ini memang memaksa kita untuk tetap tingg...