AKU
Tanya itu tak sempat terjawab.
Seorang pria datang dari pintu. Mataku
menatapnya sebab wajah itu tak asing bagiku. Dalam hati aku berkata, “Untuk apa
tanyamu?”. Kenyataannya kau hanya mengulur waktu agar kau tidak kesepian saat
menunggu kedatangan kekasihmu.
Di ujung sana Pria berbaju
abu-abu itu menoleh ke kanan dan ke kiri. Mencari wanitanya yang tengah
tersembunyi.
“Heh!” Tegurnya. Dia menyadari,
tanya yang dia lontarkan tadi tidak juga aku jawab. Sebab aku terlalu
memerhatikan sisi lain dari tempat ini. Aku hanya berisyarat dengan memalingkan
wajahku ke arah Pria yang sedang bingung. Di ujung pintu dia masih berdiri.
Dinda menoleh mengikuti isyarat
dariku. Merekapun saling bertemu. Bersautan satu sama lain. Kemudian hal
menyakitkan itu terjadi di hadapanku. Dinda memeluknya dan memberi kecupan
ringan di pipi Pria itu. “Sial!” Dalam hatiku.
Aku hanya perlu terlihat bahagia
di hadapanmu. Meski sebelumnya aku selalu lari dari mengingatmu. Tapi aku gagal
karna seisi otakku hanya ada kamu. Bila aku diperkenankan berbicara dengan kata
kasarku, “Untuk apa kamu datang lagi di hadapanku?”.
Pada kenyataannya, hati yang sepi
ingin sendiri ini justru mendpatkan keramaian yang sangat memilukan. Pria itu
duduk dengan kami. Mereka tidak mencari meja lain untuk berduaan. Saat ini aku
mengakar di ujung pantai. Mereka adalah deru ombak yang sesekali menghantam
tangkainya. AKu hanya terdiam saat mereka bermesraan atau bercanda gurau.
Percis seperti sebatang pohon di sisi pantai. Seolah ombak ingin mencabutku
dari batang hingga akar.
“Apa aku pergi saja?” Gumamku
kepada hati.
0 komentar:
Post a Comment