Aku
Sebelumnya tidak pernah terfikirkan untukku. Jatuh cinta lagi? Mungkin kata itu terlalu jauh dari angan semu yang selalu memantauku. Sebab tak mungkin jika baru saja aku merasakan patah hati sementara puing itu tersambung lagi oleh seseorang. Senyum yang tergambar, menyeringai tak gusar. Apa benar dia sedang menyusun jalan menuju kebahagiaan. Apa mungkin itu semua hanya kepalsuan.
Sajak ini hanya permisalan antara
benar atau tidaknya sebuah cinta berawal dari tatapan. Apakah nyata atau
tidaknya sebuah tawa yang membawa luka. Sebab sampai sekarang ini aku masih
terikat sebuah ketidak yakinan atas hati. Membangkai tidak ingin ditemukan.
Delima mungkin tidak akan tahu
seberapa sakitnya hatiku. Puing hati yang berantakan dilantai sebab kau
pecahkan. Aku melangkah atau tidak akan sama saja hasilnya. Puing itu menyakiti
setiap langkah yang aku lakukan. Kaki ini berdarah-darah.
Senyum orang ketiga diantara
kisah kita. Dia perlahan membenarkan, menyusun pecahan hatiku. Sementara aku
masih mengerang sakit. Aku pun kebingungan harus memberitahunya. Kadang kau
salah menyusun itu. Sebab bentuk asal dari hatiku kau tidak tahu.
Aku menatap senja dengan erangan
kesakitan. Kau tersenyum, Dinda. Diatas sakitku. Sementara aku tak bisa
membantu Delima yang sedang perlahan menyusun serpihan bekas hancurnya hatiku.
Cerita singkat ini kubalut dalam
kata. Hanya itu saja…
Di atas meja beserta kopi yang
mulai dingin. Kami hanya saling pandang. Di sisi ini, aku dengan sakitku dan di
sisi lain kau dengan kepalsuanmu. Sahabatku, kau datang dengan cerita yang
tidaku tahu. maka ceritakan kisahmu itu. Akan aku dengar semua bait-baitmu.
“Kau sedang apa di sini?” Tanya Dinda, setelah
lama kita tidak bersuara.
Baca juga kisah SEBELUMNYA
SELANJUTNYA
0 komentar:
Post a Comment