Segaris Takdir Berwarna Biru

Perkenalkan, aku Raja. Meski begitu, aku sama sekali tidak memiliki istana karna itu hanyalah sebuah nama. Bukan sebutan untuk setrata. Aku lahir dan dibesarkan dikeluarga yang berkecukupan, tidak kaya raya tidak pula miskin harta. Saat kecil aku sering ditanya, “Ingin jadi apa kamu bila sudah besar?” jawabku, “Pilot”. Saat kecil kita tidak tahu tentang apa-apa. Sama halnya seperti jawaban itu. Apa yang terbenak didalam kepala maka itulah jawabannya. Artinya, seorang anak belum teguh dalam hal memilih. Sehingga seperti tidak ada manfaat apapun saat orang tua menanyakan itu. Hal yang jauh sekali dari kehidupan anak-anak tetapi itu tetap saja masih dipertanyakan. Bahkan sudah seperti kewajiban bagi seorang ayah. Dewasa ini aku mengetahui bahwa arti pertanyaan itu lebih dari sekedar pertanyaan seorang ayah kepada anaknya. Melaikan sebuah motifasi terselubung. Ketika ayah bertanya tentang masadepan. Otak anak-anak akan memikirkannya sehingga potensi itu tiba dan orang tua yang baik hanya tinggal mengarahkan. Sayangnya Raja kehilangan panutannya.

Ayahku pergi menginggalkanku saat umurku 10 tahun. Umur itu adalah umur dimana seorang lelaki sangat membutuhkan ayahnya untuk belajar hidup. Oleh sebab itu, Raja ini tak pandai berkelahi, tak pandai memposisikan diri sebagai lelaki. Aku menjadi seorang yang introvert. Tertutup dan tidak memiliki kepercayaan diri seperti anak-anak seusiaku pada umumnya. Sehingga Raja yang malang ini sering berjalan sendiri ditemani lamunan sepi. Tetapi Tuhan tidak pernah membiarkan hambanya terpuruk. Keahlianku adalah mendengar, karna untuk berbicara dan mengeluarkan canda aku takan bisa. Mungkin dari keahlian kecilku ini maka Tuhan kirimkan sahabat-sahabat yang mau menjadikan telingaku tempatnya bercerita.

Raja ini pernah bertarung melawan kematian. Di usianya yang ke 13 tahun aku terserang penyakit kronis. Ususku mengalami lecet dan sialnya, dokter tempatku memeriksa salah mendiaknosis penyakitku saat itu. Sehingga yang seharusnya dapat ditangani dengan hanya oprasi kecil saja tetapi karna luka itu telah lama tak diobati maka ususku hancur dan oprasi besar-besaran harus kulalui. Dokter ahli bedah berkata “Bila saja kurang dari beberapa hari Raja tidak di bawa kesini, maka mungkin nyawanya tidak akan terselamatkan lagi.” Nampaknya dokter itu tahu bahwa aku hanya pasrah menjalani sisa hari-hariku itu.

Sepuluh hari Raja tak beristana ini tinggal di kamar kelas dua rumah sakit Husada, Tanggerang. Ditemani pasien yang juga sama-sama sedang bertaruh nyawa. Menantikan jadwal oprasi tiba. Untunglah aku memiliki banyak saudara. Mereka bergiliran menemaniku disana. Sebab pada saat itu Ibuku bekerja sehingga tidak setiap hari dapat berada disisiku.

Jadwal oprasiku pun tiba.  Suster memberikanku perintah. Sehari sebelum oprasi aku harus berpuasa dan aku lakukan. Mendengar kabar itu, bukannya ketakutan justeru malah sangat bahagia dengan wajah yang tidak dapat aku deskripsikan. Bagaimana bisa wajah yang pucat dan terlihat selayaknya mayat itu tersenyum diambang hidup dan matinya. Satu hal yang membangkitkan perasaan itu. Aku jengah dengan selang yang mencokol hidungku. Selang yang di gunakan untuk membersihkan isi perutku ini memang berkerja dengan sangat baik. Makanan yang jauh hari aku makan, berceceran didalam perut ini. Melalui selang itulah kotoran dikeluarkan. Bisa dibayangkan makanan yang telah dihaluskan oleh lambung tetapi tidak dapat melewati usus karna sebab hancur. Orpasi itu berjalan kurang lebih dua jam. Usus sebesar dua jari kelingking itu di keluarkan, mungkin digantikan dengan selang atau benda kedokteran lain yang dapat membantu menggantikan usus tersebut. Aku tidak begitu mengerti. Tetapi rasanya memang kurang nyaman dengan isi perutku yang baru ini. Setelah oprasi yang aku lalui. Saat itu aku merasakan hidup kembali.


Di kehidupanku yang kedua ini, aku memutuskan berubah menjadi lebih dari aku yang sebelumnya. Aku mencoba terbuka dan mencoba untuk memperkenalkan diriku didepan teman-temanku. Tanpa aku sadari, mereka memiliki hak untuk tahu siapa diri ini. Siapa yang mereka ceritai. Sosok seperti apa yang menemani mereka untuk melalui hari. Di kehidupanku yang kedua ini, Raja ingin dikenal lebih baik lagi.      

8 comments:

  1. Wow..hidup yang kedua..masih banyak typo ya mas..heheh sama kayak aku..kalau nulis typonya dimana mana..hiks

    ReplyDelete
  2. Kesempatan selalu ada, mgkn cobaan yg diberi oleh Nya adalah cara nya menyayangi Raja dalam bentuk yg berbeda. Selamat menikmati hidup yg baru, 👍😊

    ReplyDelete
    Replies
    1. Dibalik derita pasti ada suka. Semangat terus 😊

      Delete
  3. Yang bener Tangerang atau Tanggerang?
    #Hehe.. Kok galfok.

    Semangat raja...syukur dan optimis akan mengantar ke masa depan sesuai tujuan

    ReplyDelete
    Replies
    1. Sebelumnya kuketik Tangerang, akhirnya terjerumus ke Tanggerang hehe

      Aamiin

      Delete

Kunang-kunang kehidupan

Barang kali, jika malam tidak segelap ini Orang akan lupa rasanya terlelap didalam gelap /Sunyi ini memang memaksa kita untuk tetap tingg...