Bertaruh Nyawa dalam Bayang Gelap
PKI…PKI…PKI kata-kata itu terdengar semarak akhir-akhir ini. Betapa mengerikannya tanah air tercinta. Sebelum aku dapat berlarian diatas tanah nusantara. Sejarah kelam berdarah-darah sebagai tanda perjuangan dimasa silam. Kami anak-anak yang bau kencur tak tahu-menahu tentang siapa saja yang menjadi korban kekejaman anggota yang dicap bengis tak kenal belaskasih. Yang ada dibenak kami sekarang adalah. Apa itu PKI? Segenting itukah sampai harus diadakannya nobar film dokumentasi jadul yang suara backsound-nya saja terdengar menyakitkan ditelinga. Padahal masih banyak lagi film-film yang lebih berkualitas di bioskop sana.
TNI… TNI bukankah seharusnya kami merasa aman dibawah
perlindungan kalian. Polisi…Polisi bukankah kalian juga sama sebagai abdi
Negara yang melindungi rakyat serta kedaulatannya. Lantas mengapa ketakutan itu
tiba-tiba membuat selimut kami tak cukup hangat melelapkan tidur kami. Membuat
ketakutan dengan berbagai macam pemberitaan yang tak berimbang. Yang satu
bercakap “Tidak ada itu PKI!” dan lainnya “Waspada PKI!”.
Sudahlah, kalian tak salah. Kami yang salah. Acuh kami
membuat kami terpecah belah. Kami lupa bahwa adanya lubang buaya sebagai saksi
bisu keberutalan mahluk komunis dijamannya. Kami lupa adanya patung Muso yang
memegang golok diatas seseorang sebagai monument terpenggalnya Kiyai kami.
Sudah sepatutnya kami pun ikut waspada. Tapi justru anak bau kencur ini malah memojokan pihak yang benar. Mencibir dan
memaki seolah hal itu tidak pernah terjadi.
Kami tidak tahu dan tidak mau tahu apa yang dirasakan bangsa
ini atas penghianatan mereka. Kami tak mau tahu atas apa yang dirasakan oleh
keturunan para korban. Kami hanya anak-anak bau
kencur yang menjadi bayangan-bayang. Bayangan yang menutupi kebenaran.
Sementara apabila itu terjadi, PKI bangkit lagi. Bangsa ini pasti bertaruh
nyawa dibalik bayangan gelap.
Kabar yang kudengar, 5000 senjata diselundupkan. Sementara
anak bau kencur ini masih asyik
dengan celotehannya, “Komunis tidak pernah ada!”. Kemudian senjata itu jatuh
ketangan mereka. Masing-masing orang memegang satu senjata tersebut. Kita masih
berkata “Komunis tidak pernah ada!”. Hingga mereka mengisi selongsong senjata
mereka dengan peluru. Pada saat itu kita
menjadi bayangan yang semakin gelap dan berkata “Komunis tidak pernah ada!”.
Akhirnya mereka mengarahkan ujung senjata mereka dihadapan hidung kita dan
hingga saat itu tiba, teriakan tidak berarti apa-apa.
Hilmanhar
Tulisannya aktual, mengangkat hal yang sedang ramai dibicarakan orang. 👌
ReplyDeleteterimakasih :)
DeleteKeren..
ReplyDeleteSuka banget..
Cuma bang ada beberapa kamunis 😊
Aku kok typo Hhaha
DeleteKeren Kak. 👌
ReplyDeleteterimakaciiih
DeleteSaya suka merinding dengar kta PKI
ReplyDeleteKalau begitu dibaca aja kali ya. biar gak merinding ghee
DeleteWell, salah satu tulisan satir yang bikin imaginasi kita ketar-ketir, dengan suatu pertanyaan mengerikan: "Bagaimana seandainya kita berdiam diri dan membiarkan semua terjadi?"
ReplyDeleteGood Job Mas Hilman.
Sedikit catatan terkait penulisannya yah:
Penggunaan kata depan "di" dan "ke" banyak yang tidak tepat. Kata depan "di" ditulis terpisah ketika di depannya menunjukkan tempat/waktu, seperti "di atas" "di benak" "di masa silam". "di" digabung ketika menghadapi kata kerja, contoh "dicuekin"
Sementara itu dulu yah, semoga ke depan sudah tidak ada kesalahan sejenis.
Sukses dan semangat NGODOP!!!
Oiya, saya suka dengan frasa ini:
Delete"membuat selimut kami tak cukup hangat melelapkan tidur kami"
Saya akan terus belajar soal ini. Masih banyak kekeliruan hhe
Deleteterimakasih kang Fery. Nanti bisa di diskusikan kan ya, di grup bedah karya :)
"membuat selimut kami tak cukup hangat melelapkan tidur kami"
Deletememang yah. yang kita anggap buruk justru bisa jadi bagus buat orang haha saya sendiri pada saat menulis berasa- ini kalimat gak enak banget. tapi tanggapan orang beerbeda, ternyata
keren, salah satu trafic agar blog banyak di kunjungi pengunjung yaitu mengangkat isu yang sedang hangat di bicarakan masyarakat.
ReplyDeletehehe coba menuangkan dari sudut pandang yang berbeda aja. Judulnya pun gak berkaitan sama Isu
DeleteMakasih sarannya mas :)