Ayu dan Permadani Alun-Alun Kota Bekasi


Selalu ada pelajaran dalam setiap perjalanan.

Seorang bocah wanita datang meminta-minta pada kami. Waktu itu sudah lumayan larut. Keadaan sekitar sudah mulai sepi pula. Entahlah, kami pun bertanya-tanya mengapa mereka sekarang ini baru pada terlihat. Karena memang di sekitaran kami bukan hanya bocah ini saja yang datang, akan tetapi segerombolan.

Kami tidak membiarkannya berlama-lama, kami menolak. Bocah itu pun pergi.
Kami pun bergunjing perihal bocah wanita tersebut.
"Cantik" kubilang.
"Kayak anak komplek itumah haha" temanku menimpali. "Iyak. Rapih." Memang melihat pakaian batiknya nya yang manis dipandang. Disebut apa itu. Daster mungkin entah apalah. Pokoknya batik-batik rok begitu. Buat anak kecil. Wajahnya yang cantik dengan hidung kecil yang lancip, kulitnya yang putih terurus. Kemudian rambut sepundak yang sedikit ikal berwarna kecoklatan alami. Yes, She's so cute.
-

Lucunya, sejurus kemudian bocah lain datang.
Kali ini bocah lelaki. Dia tidak meminta-minta. Dia menjajakan tisue. Melihat kami tidak merespon. Bukan kemudian pergi. Bocah tersebut justru menaruh tisue-tisuenya di permadani yang kami tempati kemudian duduk nimbrung. Keadaan kami masih abai. Hingga tidak lama, bocah wanita itu balik lagi. Kali ini dia tidak meminta-minta seperti yang sebelumnya si cantik ini lakukan. Kali ini beda. Dia menjajakan tisue sama seperti bocah lelaki yang nimbrung saat ini.

Ini menarik, entah teman-temanku sadar atau tidak kalau bocah wanita ini adalah bocah yang barusan saja mengemis. Bersetelan anak komplek yang tadi kami gunjing. Tapi aku ingat.

Kemudian kutanyai dia, "Apa tidak mengantuk?" Pertanyaan ini muncul kala kumelihat matanya yang sayup. Tapi sejak awal aku memang menyenangi bocah ini. Membayangkan adik wanitaku yang beranjak besar dan melihat dia yang sekarang ini mengemis dan menjajakan tisue. I feel so broken. Berharap dengan pertanyaan ini dia mau menimpali dan berbagi cerita. Dan benar saja, dia tersenyum malu sambil berkata lantang. "Engga! Orang baru datang." Dia tidak berbohong. Memang kami baru melihat bocah-bocah ini. Padahal kami sedari jam setengah sembilan sudah stand bye tetapi baru di hampiri pada pukul setengah sepuluh atau jam sepuluhan. Itu bukan waktu yang baik untuk anak, bukan??

Oh ya. Bocah lelaki tadi masih nimbrung loh. Dia tidak merengek atau menawari tisue lagi. Hanya duduk saja sambil menghitung-hitung tisuenya. Kurasa meski mereka terlihat baik-baik saja. Tubuh mereka tidak bisa berbohong. Bocah itu seperti terduduk untuk lari dari pekerjaannya. lebih tepatnya beristirahat.

Terbesit untuk bergurau. Saya melempar pertanyaan. Selidik, "kamu kenal dia?" Menanyai bocah yang lelaki. "Enggak!". Saya tidak puas dengan jawabannya. Bocah lelaki itu terlihat seumuran dengan adik saya yang nomor dua sekitar sembilan atau sepuluh taun-an. Kemungkinan besar dia sudah bisa berbohong. Lantas saya berbalik untuk menanyai yang wanita,

"Kamu kenal dia?" Tanyaku.
"Kenaaall" jawabnya sambil mengulum bibirnya yang berwana pink dan ada bekas luka berwarna hitam seperti sariawan atau luka bekas kita tersungkur, begitu kurang lebih. Tapi tidak kentara. Mungkin bekas luka itu sudah lumayan lama.

Aku menilik si bocah lelaki. Wajahnya tertunduk. "Tuh kenal!" Desakku.
"Adeknya kali" goda temanku. Kami bertiga pun tertawa melihat ekspresi canggungnya.

"Iyaa aku kenal adiknya" sela si cantik berbaju batik, "Temen aku!" Tambahnya untuk menguatkan jawabannya.
"Adik aku mah cowok!" seru si bocah lelaki,"Dia mah tetangga." Jawabnya ragu. Entah mengapa mesti disembunyikan. Toh, mereka datang berombongan. Mungkin karena persaingan dagang. Yah haha biar fair gituh ...

Singkatnya, bocah lelaki yang lebih dewasa ini berbagi cerita bersama kami. Kami kemudian mengenal Ayu dan dia. Si bocah lelaki -aku lupa namanya hhe kelas enam SD. Percis seperti adikku. Dan si cantik Ayu TK dan mereka bertetangga.

Ayu pun ikut nimbrung bersama kami. Dalam hati, aku ingin berterimakasih, kalian meramaikan malam ini. Tingkahnya yang jenaka membuatku tersenyum miris. Anak sekecil itu berkelahi dengan waktu. Demi satu impian yang kerap ganggu tidurnya. ~ #IwanFals
Si bocah lelaki ingin saat itu juga laku satu untuk membeli penggaris, katanya. Sementara Ayu hanya sibuk menghitung pundi-pundi recehan yang dia peroleh.

Disela canda dan tawa datang lagi seorang bocah. Dengan baju kaus kerah berwarna hijau tua bergaris biru dan membawa ransel berwarna merah di punggungnya. Aku yakin ransel itu berisi tisue. Bocah yang baru datang tersebut terlihat lebih profesional sih dibanding kedua bocah ini yang hanya bermodal kantung keresek hitam. Jadi malam ini ada tiga bocah yang menjajakan hal yang sama di permadani kami. Yakni tisue.

Tapi si bocah lelaki mengusirnya tanpa ragu. Sedikit terjadi cekcok ala bocah. Kemudian terdengar teriakan seorang Ibu-ibu dari arah belakangku. "Eh. Jangan gitu, dong, sama adiknya!" Begitu keras. Sehingga salah satu dari mereka mengalah dan pergi. Yah ternyata bocah beransel merah itu adiknya si bocah lelaki yang bersama kami.  Sementara si bocah lelaki itu masih bersama kami. Entahlah, mengapa adiknya yang terlihat lebih dewasa hahaha

Fokusku berubah. Yang tadinya menanyai perihal mereka. Kini tertuju pada Ibu-ibu tersebut. "Siapa itu?"

"Saudara!" Seru sibocah lelaki. Aku tidak berharap dia yang menjawab. Kejujurannya sudah teruji buruk sejak pertama kami mengenalnya. Mataku menilik Ayu, yah dia masih sibuk dengan recehannya. Kali ini selesai menghitung dia memasukannya kedalam kantong keresek hitam di selipkan diantara tisue-tisue-nya.

Tidak lama kemudian mereka pun pergi. Tentang Ibu-ibu tadi. Jawabannya tetap "Saudara!" Dua atau tiga kali pertanyaan itu terlontar dari mulutku. Jawabannya tetap sama. Akan tetapi jawaban tersebut keluar dari mulut bocah yang lelaki. Ayu hmm sibuk dia.

Love you, Ayu.

Perihal Ibu itu... Kira-kira kalian tahu arah tujuan pembahasan cerita ini gak???
Fokusnya bisa kearah, mempekerjakan anak dibawah umur. Saudara maupun bukan. Si Ibu ini mesti dicurigai. Diamanapun kalian bertempat. Selalu ada Momy atau sosok Ibu dalam perkumpulan pengemis, pengamen, pedagang yang dilakukan anak-anak. Diantara tugas sosok Ibu ini berbeda-beda, tergantung hati mereka. Yang baik melindungi. Yang buruk hanya memeras keringat anak-anak tersebut. We never know... Kasus dan pola seperti ini banyak.

Husnudzon. Oke lah itu Saudara. Berarti kedudukan Ibu itu adalah Tante anak-anak manis yang kami temui.- Jumlahnya puluhan #Bosque. Mungkin keluarga besar? We never know.
Dark side dari pertanyaan kami. Temanku bertanya, "Jika dagangannya gak laku. Nanti diapain sama Ibu itu?" "Dipukulin!" seru bocah lelaki, "Engga deh. Bohong!" Tambahnya, mengoda.
Emang dari tadi kamu tukang bohong! Timpalku dalam hati.
Benar atau tidak. Itu sudah menjadi rahasia umum. Ada saja yang seperti itu. Tapi semoga tidak untuk perkumpulan Ayu. kalau melihat meraka, jadi teringat kisah karya bunda Asma Nadia - Surat Kecil Untuk Tuhan. Semoga tidak sekejam itu... Allah bersama kalian.

Buat Ayu, semoga harimu menyenangkan selalu.. love you love you!

Cinta pandangan pertama itu ternyata ada.



Hilman Har
Bekasi, 24 Maret 2019








2 comments:

Kunang-kunang kehidupan

Barang kali, jika malam tidak segelap ini Orang akan lupa rasanya terlelap didalam gelap /Sunyi ini memang memaksa kita untuk tetap tingg...