GADIS KERIPUT MENUA SENDIRIAN

       Saat kajian beberapa minggu yg lalu. Duduk seorang bapak di sebelahku. Aku sapa dengan salam dan kami berbincang santai menanti ustadz yg belum sampai. Singkat cerita beliau menanyakan "Sama keluarga?" Tanya si bapak, singkat. "Tidak, ana sendiri". "Keluarga dimana? Atau antum belum berkeluarga?" Sambil cengengesan aku menjawab "Ana belum berkeluarga." "Owh" jawabnya tenang, mananggapi. Diraut wajahnya tersimpan rasa gelisah seolah ada yang ingin dia sampaikan lagi. Benar saja, ia bercerita tentang keponakannya. Sorang gadis ya gadis yang tak lagi muda disaat aku menyebutkannya. Usianya menginjak kepala angka 3; 30 tahun tepatnya. Bapak ini bercerita tentang gadis itu. Ia seorang wanita baik-baik, terlahir dari keluarga baik-baik. Wanita yang terpelajar. Dan sudah memiliki pekerjaan. Di ujung cerita ia menyelipkan kata "Mau kah antum menadzornya?". Nadzor dalam istilah syariat islam yang syar'i adalah melihat wanita yang sedang ingin dinikahi atau dinikahkan dengan calonnya. Istilah ini sudah rusak oleh generasi yang jauh dari pengetahuan agama. Pacaran yang tidak ada justru di halalkan. Istilah nadzor ini malah asing dikebanyakan kuping. Nadzor inilah awal dimana si pria melihat wanita yang kemudia wanita juga melihat sang peria. Bila keduanya timbul rasa suka maka tahap selanjutnya disebut ta'aruf. Memperkenalkan diri masing-masing. Proses ta'aruf inipun dilakukan dalam jangka singkat, satu sampai tiga bulan. Setelah itu penentuan hari untuk walimahan. Kembali pada cerita semula.
Ana bigung untuk menjawab. Disisi lai hati iba di sisi lain "manamungkin". Wanita ini lebih pantas untuk jadi bibiku adik dari ibuku. Tetapi kita diajarkan untuk bertutur kata lembut dan wibawa. Tanpa menjatuhkan atau menyakiti. Sebelum aku menolak. Aku ajak ia berbicara. Keponakan antum belum menikah di umur segitu? Atau ada masalah dirumah tangganya?
"Dia hanya terlambat menyadari saja, awalnya dia fokus dengan kuliahnya/study nya. Hingga akhirnya beliau mendapatkan apa yang beliau mau. Lulus dan bekerja." Terangnya menjelaskan. "Lalu? Setelah bekerja mengapa tidak menikah?" Tanyaku mendesak. Ia tertunduk dan berkata "Dia hampir putus asa! Tanpa ia sadari umurnya sudah tak muda lagi. Teman temannya pun rata-rata sudah berkeluarga jadi ia berhenti berfikir tentang itu. Hanya saja beberapa tahun terakhir ini dia mulai merasakan hampa, butuh seseorang. Dia menyesal...
Tanpa ingin membuat bapak ini semakin sedih aku langsung katakan padanya bahwa "Seandainya umurnya itu tak terbentang jauh. Mungkin ana bisa fikirkan" memang antum umur berapa? Tanyanya penasaran. 21 pak. Terkejut beliau "afwan ana fikir umur antum sekitar 25an" makanya ana menawarkan keponakan ana. Aku hanya tertawa "Apa aku terlihat setua itu?!" Tanyaku dalam hati. "Iya gak apa-apa pak!" setidaknya bapak itu nyaman dan berbicara seolah pada seorang yang dewasa dan pantas di ajak bicara.

Tanggapan penulis: 
Alangkah malangnya bila orang tua memaksakan kehendak putrinya untuk selalu menjadi seorang hebat yang dicita-citakan oleh mereka. Menanamkan fikirannya tentang pentingnya sekolah untuk membahagiakan mereka. Tak ada yang menyalahkan wanita pintar dalam bidang yang digemari olehnya. Tadi kesalahan ada pada orang tua. Tahukah ketika mereka mulai lupa dan fokus atas kebahagiaan kalian. Mereka melupakan segalanya. Fokus pada titik tujuan, yaitu kalian. "Aku tak ingin mengecewakan!" Begitulah isi kepala mereka. Hati orang tua yang tak peka. Membiarkan gadisnya sendirian menua. Banyak bujang mendekat tertunduk malu karna tidak sederajat. Banyak bangsawan pula yang mendekat sigadis terperanjat karna tidak sedikitpun ada hajat "keinginan" disinilah awal kehancuran. Kalian menua dan dia mengiringi dari belakang. Sayangnya kalian berdua "wahai orang tua" sedangkan gadismu sendirian.



***


Kang Har










0 komentar:

Post a Comment

Kunang-kunang kehidupan

Barang kali, jika malam tidak segelap ini Orang akan lupa rasanya terlelap didalam gelap /Sunyi ini memang memaksa kita untuk tetap tingg...